Kisah ini terjadi sekitar tahun 2004. Ketika aku masih kelas 2 SD, selain bersekolah umum. sore harinya aku juga belajar di sekolah agama di Madrasah yang ada di desaku. Mayoritas yang bersekolah adalah teman yang sama dari SDku tapi teman dari kampung sebelah juga banyak yang sekolah disitu.
Saat itu adalah hari pertamaku di Madrasah Salafiyah, tak kusangka
persahabatan itu tak hanya sampai disitu, mungkin sepertihalnya sebutir kedelai
yang di lemparkan ke dalam air, yang kan terus mencari tempat paling nyaman
selagi masih akan berkembang.
Dimadrasah aku tidak satu kelas dengan Vian teman kelasku yang berasal dari SDN 2 Pasir Wetan. Dan kebetulan di Madrasah aku bertemu banyak teman dari sekolah lain yaitu Arif dan Jacky yang beasal dari SD 1 dan Marvi yang bersekolah di SD Karanglewas yang bahkan berada diluar desaku. meskipun demikin dia tinggal satu desa denganku.
Mereka hadir dalam tahun pertamaku di Madrasah.
Vian dan temanku dari SD 2 yang lain yakni adit masuk madrasah setahun setelah aku masuk. Jika aku mulai masuk ketika kelas 2. Mereka masuk ketika kelas 3 SD. Tapi tetap saja aku lebih sering bermain dengan mereka meskipun di madrasah mereka berdua adalah Adik kelasku.
Jam 2 siang adalah jam di mana bel masuk berbunyi, namun aku selalu
datang sejam lebih awal dari semua santri siang yang ada di madrasah,
karena vian selalu mengajaku untuk berkeliling ke daerah sekitar madrasah
atau daerah bagian utara desa kami karna kami memang tak begitu
mengenalnya.
Hari itu kami tetap jalan-jalan seperti biasa, bedanya
Adit kini hadir di samping kami berdua, sudah lama hari ini kami
jalan-jalan di lingkungan sekitar madrasah dan waktu pun hampir menunjukan pukul 2 siang tepat bel masuk
berbunyi, namun kami masih entah dimana hingga tanpak hal aneh di
benakku di sebuah jalan buntu dengan jembatan tua dekat lahan persawahan
yang sangat luas namun sepi, dan bel masuk madrasah mulai terdengar
membuat kami akhirnya pun dapat kembali ke madrasah, kami telat dan
teman-teman banyak yang membully kami membicarakan tentang kami yang
tidak-tidak karna memang kami bertiga tinggal di komplek desa yang berbeda
dari santri madrasah lain pada umumnya sehingga kami tidak begitu
mengenal.
Baru berapa menit aku masuk kelasku, Adit dan Vian pun juga memasuki kelasnya. Perasaan jenuh mulai datang,
begitu bosan apalagi sambutan kurang baik yang aku dapatkan, mungkin hal
ini juga di alami Vian dan Adit di kelas sebelah, tiba-tiba bayangan
tentang jembatan tua melintas di pikiranku, aku bermaksud mencari tau
tentang tempat itu istirahat nanti namun sepertinya aku harus
mengurungkan niatku karna pasti ada teman lain yang akan mengetahuinya dan
curiga.
Akhirnya aku memutuskan untuk besok berangkat lebih awal lagi
bersama Vian dan Adit untuk kembali ketempat itu.
Waktu terus
berjalan dari firasat aneh berubah menjadi suasana yang begitu mendamaikan. tempat itulah akhirnya menjadi penenang hati kami, tempat
bersharing kami bertiga yang membuat kami semakin dekat.
Suasana sunyi dan
sepi selalu menghiasi tempat ini, kami selalu meluangkan waktu untuk
mengelilingi tempat itu, hingga timbul pertanyaan entah kenapa jarang
ada orang yang datang kesini padahal di sini begitu tenang. Seperti yang
kami rasakan, meskipun belum mengenal tempat ini ataupun mengetahui
seluk beluknya namun kami merasa begitu nyaman.
Lama sudah kami
berkeliling di dekat pematang sawah sambil menuju gubug tempat kami
berkumpul, tak ada orang lain yang ada disini, percikan air terasa nyaring
di dengar, angin sepoi-sepoi seakan menunjukan betapa bersahabatnya
tempat ini.
Tak terasa sudah berbulan-bulan kami mengunjungi tempat
ini dan tak ada hal aneh yang kami rasakan, hanya suara tiupan angin dan
gemercik air yang menemani candaan kami. Jika aku ceritakan tempat itu adalah sebuah kebun yang selanjutnya ada lahan persawahan yang sangat luas dan jauh dari rumah penduduk. dan diujung sawah itu ada sebuah sungai yang dikelilingi tebing yang curam.
Namun semua berubah dalam
seminggu ini, hal-hal aneh dan tak masuk akal datang ketempat ini,
untungnya tak ada santri lain yang mengetahui penjelajahan yang kami
alami. Hingga suatu ketika hal aneh itu datang aku melihat dengan jelas
sesosok makhluk tinggi besar melesat begitu cepat di depan kami
bertiga, aku berusaha mengejarnya namun makhluk itu melesat begitu cepat
seperti angin, perasaan panik dan takut menyelimuti pikiranku namun aku
mencoba untuk tetap tenang. Seketika aku merasa berada dalam masalah yang besar, perasaanku menjadi tidak karuan.
Tiupan angin tiba-tiba berhembus di
sekitar pohon jati nan jauh disana yang tanpak tak begitu jelas hingga hal
aneh itu muncul padaku sendiri entah benar atau tidak, entah
fatamorgana atau nyata selintas dari kejauhan tanpak makhluk berjubah
hitam menghilang lenyap bersama angin.
Bel masuk madrasah berbunyi,
sambil membetulkan tasku kami bergegas kembali ke madrasah, aku masih
penasaran tapi mungkin itu hanyalah ilusi.
Ingin rasanya tahu lebih banyak tentang hal-hal yang aneh itu, tapi setelah test cawu madrasah diliburkan. Liburan akhir pekan
menjadikan ending kisah dalam seminggu. Aku hampir lupa tentang misteri
jembatan tua bersama Vian dan Adit, karna sepanjang liburan madrasah
kami hanya bermain dirumah.
Dan waktu itupun tiba, di hari pertamaku kembali ke madrasah
setelah libur cawu pertama, aku dan kedua sahabatku memutuskan untuk
kembali ke tempat itu. Tak pernah kuduga tanpak seorang kakek yang sepertinya telah menunggu kami, dan menceritakan tentang asal usul tempat ini yang
ternyata adalah tempat-tempat makam tua dan makam para ulama di desa
ini.
(sekedar info Sekitar 8-9 tahun kemudian yakni sekitar tahun 2013 ketika aku menjabat Sebagai Wakil ketua IPNU sekaligus ketua PHBI di kampungku, aku akhirnya mengetahui kakek itu adalah penjaga makam di kampungku. aku mengetahui hal itu ketika pernah meminta perijinan untuk ziarah rekan dan rekanita IPNU dan IPPNU di desaku, meskipun aku tidak ingat namanya namun ketika masih aktif di IPNU aku cukup akrab dengan beliau karena aku dan rekan-rekan IPNU yang lain sering berziarah ke tempat tersebut. IPNU IPPNU sendiri adalah organisasi remaja muslim yang sudah ada sejak dulu di desaku)
kembali lagi ke tahun 2004. Mungkin tempat ini biasa-biasa saja bagi orang di sekitar sini,
namun tanpak begitu aneh bagi kami tiga anak kecil yang berusia tak lebih
dari 9 tahun juga notabenenya adalah orang baru di desa ini, yah anak
kecil nekad yang coba memaknai hidup.
Kakek itu menyuruh kami untuk tak pernah lagi kembali ke tempat ini dan karna ku yakin suatu saat pasti kami akan mengerti. Jawaban dari semua yang telah kakek itu katakan.
Akhirnya kami pergi meninggalkan tempat itu. Bel masuk madrasah telah
berbunyi aku segera berlari supaya tidak terlambat lagi, akhirnya kami
sampai madrasah bertemu teman yg lain, seolah seperti tak pernah ada yang
terjadi di antara kami.
Kini kami kembali menjalani hari-hari seperti biasa di
Madrasah, diejek, di Bully dan di nakali. Sebuah problema yang biasa terjadi di masa kanak-kanak. Hingga akhirya kedua sahabatku tak bertahan, dan akhirnya keluar dari madrasah sekitar 2 tahun kemudian.
Catatan Harian Santri