Hari demi hari kini telah berlalu, perlahan aku mulai melupakan segala hal buruk yang telah terjadi di waktu sebelumnya. Kini kondisiku telah membaik. Semua kini mulai berjalan seperti biasa dan semestinya. Ditambah kini aku mulai aktif dalam organisasi di sekolah. Pada pertengahan kelas tujuh ini aku dipilih menjadi salah satu pengurus OSIS di sekolahku. Salah satu SMP Negeri di Kota Purwokerto.
Disini kemampuanku untuk bicara didepan banyak orang mulai terlatih. Dari diskusi kelompok hingga pembahasan kegiatan demi kegiatan yang sering diadakan oleh pengurus OSIS di sekolahku. Bagiku menjadi pengurus OSIS bukanlah beban tetapi sebagai amanah sebagai siswa-siswi yang terpilih di sekolah. Salah satu hal yang menyebabkan aku terpilih menjadi anggota karena aku berhasil menjadi juara pertama lomba pidato yang diadakan di sekolah dan juga aku yang menjabat sebagai pengurus kelas.
Setiap awal bulan pengurus OSIS bertugas menjadi petugas upacara bendera dimana aku selalu ditugaskan sebagai pembaca doa. Aku sangat menikmati tugas ini karena bagiku doa adalah segalanya. I believe pray is to answer every problem in my life because pray is mysterious power of Allah SWT. Sebagai seorang beragama doa adalah yang paling utama, tidak hanya dalam satu agama namun untuk semua agama. Meskipun semua mempunyai jalan masing-masing untuk kembali kepada sang pencipta.
Selain menjadi pengurus OSIS aku juga tergabung di tim sepakbola sekolahku. Aku biasa berlatih tiap selasa dan sabtu sore di sebuah Stadion sepakbola yang ada di Karanglewas. Aku biasanya berangkat menggunakan sepeda karena rumahku yang tak begitu jauh dari lapangan tempat aku biasa berlatih. Aku masih ingat bagaimana perjuanganku untuk mengumpulkan uang untuk membeli sepatu bola. Karena tepat ketika masuk SMP aku juga tergabung di salah satu SSB ternama yang cukup terkenal disini yakni SSB Bintang Sembilan.
Aku memutuskan untuk bergabung karena di kampungku sepak bola tidak begitu berkembang. Hanya bermain biasa saja dengan liar tanpa ada pelatihan. Aku ingat sepatu bolaku yang pertama adalah seharga 35.000 yang aku beli di komplek pertokoan didaerah kebondalem dengan membonceng sepeda bersama ayahku selepas berjualan di komplek Pasar Wage Purwokerto. (sekarang entah betul atau tidak aku mendapatkan kabar bahwa tempat tersebut telah digusur karena suatu hal yang tidak aku ketahui dengan pasti).
Jujur aku tidak begitu menikmati dengan pasti akan segala hal yang aku alami pada saat kelas 7. Semua seolah berjalan lebih cepat dari biasanya. Juga kecepatan bus sinar mas yang saat itu aku naiki dari sekolahku menuju salah satu tempat wisata yang cukup terkenal di wilayah Barlingmascakeb yakni Owabong.
Setiap bulan sekali setelah selesai jam pelajaran di sekolahku ada kegiatan renang. Sekolahku sendiri sudah bekerja sama dengan tempat kolam renang sekaligus lokawisata tersebut. Jadi hampir tiap ada kegiatan renang selalu di laksanakan di tempat tersebut. Kecuali ketika lokawisata tersebebut dalam masa perbaikan infrastruktur ataupun hal lainnya yang tidak memungkinkan untuk dibuka pelayanan.
Meskipun dengan biaya masuk sekaligus transportasi yang hanya sekitar 20.000 rupiah persiswa, tetap saja jumlah itu terasa besar bagiku pada saat itu dengan uang saku seribu ataupun dua ribu perharinya. Sementara ayahkupun tidak selalu memberikanku uang untuk berangkat karena aku akui kondisi perekonomian keluargaku saat itu sangatlah sulit.
Aku bersyukur hampir tiap tahunnya bisa mendapat beasiswa di sekolah sehingga bisa meringankan beban orang tua ku.
Membuka kisah lama tentunya akan mengingatkan kembali tentang peristiwa-peristiwa terdahulu sepertihalnya sebuah peristiwa mencengangkan di hari itu, ada hal yang tak pernah aku lupakan ketika suatu waktu di sebuah sore yang mendung aku begitu bahagia ketika aku bisa mengikuti renang dan pergi ke Purbalingga dengan teman-teman di kelasku.
Aku sungguh begitu menyukai perjalanan. Dan aku merasa perjalanan ini akan terasa asik.
Sepulang sekolah tepatnya setelah selesai shalat Dzuhur aku dapati semua teman sekolahku telah berhamburan menjuju bus untuk berebut tempat duduk. Hal yang sangat membosankan bagiku. Akhirnya akupun ikut berangkat dengan rombongan. Aku masuk kedalam bus ketika beberapa saat sebelum bus di berangkatkan dengan berebekal uang lima ribu rupiah dengan sebuah botol air mineral yang aku bawa dari rumah sejak berangkat sekolah.
Setelah sampai kami dikumpulkan disebuah kolam renang untuk melakukan peregangan, pembahasan materi serta penilaian. Aku yang sejak kecil terbiasa berendam di sungai dengan aliran deras di kampungku tidak begitu kesulitan dan akhirnya bisa menyelesaikan pernilaian dengan lancar.
Penilaianpun berakhir, aku bersyukur karena mendapat nilai yang cukup bagus. Setelah selesai penilaian biasanya guru yang bersangkutan membebaskan kami untuk menikmati wahana yang ada dengan lama waktu dan persetujuan awal yang terlebih dahulu ditentukan misalnya dilarang pergi seorang diri (yang jomblo seneng nih) dilarang hilang hahaha lebih jelasnya dengan peraturan-peraturan standar untuk menjaga keselamatan dan keamanan yang mungkin sudah begitu anda pahami.
Adapun wahana-wahana yang tersedia di Owabong menurutku cukup mewah bahkan sangat mewah jika dibandingkan dengan kolam renang lainnya di wilayah Barlingmascakeb apalagi dibandingkan dengan sungai-sungai di kampungku yang telah begitu banyak aku jelajahi.
Wahana-wahana tersebut seperti pelosotan dengan ketinggian sekitar 3 lantai. Ini adalah wahana favoritku saat itu. Lalu ada mangkok tumpah, Kolam Arus dan Pantai Tsunami. Dan nama terakhir adalah yang memberi kesan bagiku yang mungkin akan terus aku kenang sepanjang hidupku.
Mungkin aku tidak ingat begitu banyak karena saat itu kondisiku antara sadar dan tidak sadar. Aku hanya mengingat-ingat yang disampaikan beberapa teman dekatku dengan kata-kata yang bagiku cukup menyedihkan.
Saat itu aku sebenarnya sudah berkeliling wahana di sekitar objek wisata. Tapi karena hampir semua siswa belum ada tanda-tanda untuk menyudahi penjelajahan dengan berganti pakaian. Aku dan teman-temanku saat itu memutuskan bermain di Pantai Tsunami karena waktu pulangpun masih cukup lama.
Meskipun namanya pantai tapi tetap saja ini hanyalah pantai buatan dan wahana yang cukup menarik justru pada sebuah haling rintang di samping pantai buatan tersebut.
Saat itu aku sedang bermain perang-perangan menggunakan bantal dengan posisi berdiri diatas pipa besi yang dibuat seperti jembatan. Mungkin diameternya sekitar 30cm. Ketika aku lengah aku merasakan sebuah pukulan ringan menggunakan bantal yang sekaligus mebuat keseimbangantubuhku goyah.
Aku kehilangan keseimbangan, aku berfikir akan beruntung jika aku jatuh saja pada kolam tersebut. Tapi kenyataan justru kakiku terpeleset. Beberapa detik kemudian teerjadi benturan yang begitu keras antara dadaku dengan pipa besi tempat aku berpijak, aku terjatuh. Aku sempat merasakan tubuhku kembali terbentur benda keras lainnya sebelum benar-benar jatuh kedalam air. Tapi aku sudah terlanjur sesak nafas terasa begitu sakit dan pandangankupun buram. Semuanya seketika menjadi berwarna hitam.
Kenapa ya?
Aku sedikit merasakan ketika banyak orang menggotongku dengan terburu-buru. Tiba-tiba aku merasa dikelilingi banyak orang dengan suara yang ramai. Hingga akhirnya aku bisa sedikit membuka mataku. Aku sudah berada ditempat peristirahatan masih lengkap dengan baju olahraga kuning hijau SMPku yang masih basah. Kudapati Pak Saburo dan Pak Trisno sedang memijat bagian dada dan lambungku.
Jika aku ingat saat itu sakit sekali. Aku telah benar-benar sadar dan aku merasa begitu kesakitan bahkan air mata hampir menetes di pipiku aku mencoba menahannya apalagi banyak siswa mengumpul ingin melihat kondisiku. Aku merasa malu dan terus berpura-pura untuk tetap tegar tanpa memperlihatkan rasa sakit yang teramat sangat dan nafas yang sesak meski aku dapati usahaku gagal total.
Beberapa saat kemudian ketika semua mulai membaik aku dapati banyak siswa telah bersiap pulang. Aku merasa aneh, hari itu kami pulang lebih cepat dari biasanya. Sambil menhan rasa sakit aku segera berganti pakaian untuk segera beristirahat di bus. Aku tidak begitu memikirkan hal lain, aku lelah sekali, aku mau istirahat.
Diperjalanan pulang aku bertanya kepada salah seorang temanku yang duduk di bangku bus yang berada disebelahku. Dia melihat pasti bagaimana kemalangan sore itu terjadi. Katanya aku terpeleset. Aku terjatuh. Tubuhku terbentur pipa besi dengan keras pada bagian dada. Aku terjatuh kedalam kolam dengan kondisi sedikit kejang. Katanya tubuhku sudah pucat sekali. Teman-teman yang berada disitu dengan segera menolongku dan memberi tahu pak guru. Dan seketika terjadi kepanikan diantara teman-teman yang lainnya. Ingin tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Setelah itu pak guru memutuskan untuk menyudahi kegiatan. Semua siswa disuruh berganti pakaian dan bersiap-siap untuk pulang khawatir ada hal buruk lain yang terjadi. Begitu katanya.
Bus pun terus melaju meninggalkan Purbalingga untuk kembali menuju ke Purwokerto. Menutup cerita di hari itu. Satu persatu cerita pun berakhir hari itu akhirnya pun berlalu hanya menyisahkan kenangan yang masih bisa ku ingat dan akan selalu aku ingat meski hanya sedikit yang teringat.
Hari telah berganti, pagi kini telah berganti kembali. Tiba saatnya masa-masa akhir tahun ajaran. Dan di saat itu ketika hari-hari akhir di kelas 7 di akhiri dengan classmate dan happy day seketika berubah menjadi sad day setelah mendapat kabar salah satu teman satu angkatanku ada yang telah berpulang.
Suasana menjadi berkabung seketika. Annisa siswi kelas 7 A yang juga bersebelahan dengan kelasku akhirnya menghembuskan nafas terakhir setelah berjuang melawan Leukimia. Meskipun aku tidak begitu akrab namun aku sedikit mengenalnya karena sering berpapasan didepan kelas.
Hal itu sukses membuatku tidak bisa tidur, aku terus membayangkannya. Di usia semuda itu maut bisa menjemput kapan saja. Entah kenapa saat itu aku selalu di merasa khawatir. Sebuah pelajaran berharga bagiku yang terus meningatkanku bahwa dunia ini terlalu sebentar, hanya sesaat. Untuk Annisa semoga kau tenang di alam sana. Senantiasa mendapatkan tempat terbaik disisinya. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar